Peran Kepemimpinan dalam Kewirausahaan
Orang-orang yang memiliki kualitas Leadpreneurship yang tinggi adalah mereka yang mampu untuk mengubah sumber daya yang tadinya bernilai rendah menjadi sumber daya yang bernilai tinggi melalui pengambilan resiko-resiko yang terukur serta kepemimpinan yang efektif. Orang-orang yang memiliki jiwa Leadpreneurship yang kuat menyakini bahwa jika tidak dimanfaatkan sekarang, peluang itu akan hilang dan belum tentu akan kembali lagi.
Seorang Leadpreneur sejati tidak sekedar melihat, tetapi juga memilih peluang-peluang yang memang layak untuk dimanfaatkan. Ia bekerja secara sistematis dalam mengatasi tantangan yang ada. Dengan demikian peluangnya menjadi lebih besar.
Kepribadian Seorang Leadpreneur
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang Leadpreneur dapat dikelompokkan ke dalam akronim SUCCEED, yaitu Self-confident, Utilize, Cashflow Spirit, Charismatic, Energeti, Empatetic, dan Drive.
Seorang Leadpreneur harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Self-confident). Ia harus mengenali dirinya sendiri serta yakin akan pengetahuan, keterampilan, serta visi yang dimilikinya dalam rangka membantu mewujudkan cita-cita dirinya dan organisasi.. kepercayaan diri ini harus ditunjukkan terutama pada saat pengambilan keputusan.
Seorang Leadpreneur harus pula membekali dirinya dengan kemampuan memanfaatkan (Utilize) secara optimal segala potensi serta sumber daya yang dimiliki, seperti kekuatan pribadi, sumber daya manusia, financial, infrasruktur, dan sebagainya demi tercapainya visi, misi, tujuan, serta sasaran perusahaan.
Cashflow Spirit berarti seorang Leadpreneur harus mengoptimalkan usahanya guna menghasilkan arus kas yang maksimal, bukan hanya mengejar laba semata. Arus kas dalam jumlah yang memadai sangat penting guna membiayai kelancaran aktivitas operasional dan investasi perusahaan.
Biasanya seorang Leadpreneur adalah orang yang karismatik (Charismatic), yang dapat “mempesona” orang lain. Hal ini bukan berarti seorang Leadpreneur identik dengan kemampuannya untuk berbicara dengan berapi-api. Disamping karisma, Leadpreneur adalah seseorang yang antusias, selalu penuh dengan semangat setiap kali melakukan sebuah pekerjaan serta memiliki stamina (Energetic). Ia harus menjadi sumber energi bagi karyawan yang dipimpinnya.
Bagian dari SUCCEED berikutnya adalah Emphatetic berarti kemampuan mengidentifikasi serta memahami situasi, perasaan, serta motif yang dimiliki oleh orang lain. Untuk itula seorang Leadpreneur harus menjadi pendengar yang baik bagi para pengikutnya.
Terakhir adalah Drive, yakni kemampuan menggerakkan orang lain untuk secara bersama-sama berjuang untuk mewujudkan mimpi serta mencapai tujuan organisasi. Seorang Leadpreneur harus mampu menggerakkan orang lain agar mereka melakukan hal-hal yang tidak wajib dilakukan sekalipun dengan penuh semangat.
Karakteristik Kepemimpinan Leadpreneur
Seorang Leadpreneur juga harus memiliki karakteristik kepemimpinan yang tercakup dalam istilah LEAD, yaitu Live the vision, Encourage, Arrange, dan Direction.
Live the vision berarti efektivitas kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang Leadpreneur berawal dari visi yang menarik, menantang, serta dapat dipercaya, yang mampu disampaikan secara jelas untuk kemudian “dibagi” bersama dengan para karyawannya sehingga menjadi kekuatan pendorong agar perusahaan bias terus berkembang dan maju. Ia harus pandai-pandai mengembangkan visinya serta tidak boleh hanya pandai untuk dirinya sendiri.
Factor lain yang juga menentukan efektivitas kepemimpinan seorang Leadpreneur adalah kemampuan untuk memberikan inspirasi atau dorongan (Encourange) orang-orang di sekelilingnya dengan harapan, keberanian, serta keyakinan. Ia harus membuat orang lain di sekelilingnya/sekitrnya menjadi mampu melakukan sesuatu yang seharusnya mereka lakukan.
Factor pendukung efektivitas berikutnya adalah pengaturan (arrange) dan perancanaan dalam bentuk penjabaran program daan aktivitas. Seseorang Leadpreneu harus memiliki kemampuan untuk merancang, merencanakan, mengorganisasikan, dan mengimplementasikan proyek-proyek serta tugas-tugas dalam kerangka waktu tertentu.
Dan yang terakhir adalah kemampuan mengarahkan (direct) pada karyawan agar tetap berada dalam jalur yang benar dalam rangka tercapainya visi misi yang telah ditetapkan. Leadpreneur sebagai pemimpin adalah seseorng yang bukan hanya sekedar menjalankan sesuatu dengan benar tetapi lebih kepada seseorang yang menemukan sesuatu yang benar untuk dilaksanakan secara benar pula.
Keterampilan sebagai Kunci Kesuksesan
Sememtara dalam hal keterampilan, yang menjadi kunci kesuksesan dalam menjalankan tugas seorang Leadpreneur tercakup dalam akronim ADAPT, yaitu Analytical skill, Delegation, Actuating, Project Management, serta Time Management.
Analytical skill berhubungan dengan kemampuan untuk menilai situasi, mencari perspektif yang beragam, mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan, serta mengidentifikasi isu-isu kuncu yang perlu mendapatkan perhatian. Seseorang Leadpreneur yang sukses memiliki daya analisis yang tinggi serta menunjukkan kemampuannya dalam mengidentifikasi, meneliti, memperbaiki, serta menyederhanakan proses kerja yang kompleks.
Delegation berarti kepandaian mendelegasikan tugas dan wewenangnya kepada orang-orang yang tepat. Dalam hal ini, tugas Leadpreneur sebagai seorang pemimpin adalah mengidentifikasi masalah serta memastikan agar orang-orang tersebut menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu, seorang pemimpin harus pandai-pandai dalam memilih orang yang akan bekerjasama dalam satu tim dengannya.
Leadpreneur juga harus mampu menggerakkan (Actuating) agar rencana yang telah disusun dapat diimplementasikan secara efektif. Guna mencapai hal ini, ia harus mampu menjelaskan kepada pengikutnya sebuah tugas dan pekerjaan dalam perspektif yang berbeda daripada sekedar hanya sebuah kewajiban sehingga dapat memacu semangat kepemilikan terhadap harapan.
Project Management berarti kemampuan untuk membuat perencanaan, melakukan pengorganisasian, serta pengelolaan untuk secara sukses menjalankan proyek-proyek yang spesifik.
Ia pun harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang dimilikinya secara optimal demi kemajuan perusahaan (Time Management). Berkaitan dengan hal ini, seorang Leadpreneur harus pandai-pandai menetapkan skala prioritas, yang merupakan tugas utama yang penting bagi seorang pemimpin agar sukses dalam melaksanakannya.
Budaya Leadpreneur
Kemampuan kewirausahaan serta kepemimpinan yang dimiliki tidak akan berarti tanpa adanya dukungan budaya yang sesuai, yang dapat membantu meningkatkan kinerja perusahaan serta memberikan nilai tambah bagi para stakeholder-nya. Untuk itu perlu dipertimbangkan budaya yang disebut WEALTH, yaitu Wealth Accumulation, Enterprising, Acquiring, Learning, Transforming, dan Harmony.
Wealth Accumulation berrti seorang Leadpreneur perlu mengembangkan budaya yang berorientasi pada penciptaan nilai secara berkesinambungan agar dapat membeikan manfaat yang optimal kepada para stakeholder-nya.
Enterprising adalah inisiatif dan kesediaan untuk mengambil resiko dengan menerima tantangan dalam bentuk proyek-proyek baru serta bekerja dengan keras untuk mencapai keberhasilan. Hal ini berate seorang Leadpreneur senantiasa harus selalu rajin-rajin menvari peluang baru yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai lahan bisnis yang menguntungkan. Seorang Leadpreneur senantiasa harus selalu belajar serta terbuka terhadap ide-ide baru (learning) karena dituntut untuk memiliki pengetahuan serta wawasan yang luas. Termasuk juga belajar dari keberhasilan serta kegagalan yang diraih.
Berikutnya adalah Acquiring, yang berarti bahwa seorang Leadpreneur harus menemukan cara-cara serta solusi kreatif guna memperoleh sumber daya yang diperlukan, tentu saja dengan tetap berpegang teguh pada etika.
Transforming berarti siap berubah sebagai antisipasi terhadap dinamika lingkungan. Leadpreneur yang sukses adalah orang-orang yang berhasil merubah hal-hal yang benilai rendah menjadi hal-hal yang bernilai tinggi. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu melakukan manajemen perubahan dengan baik. Namun sebelum melakukan perubahan harus dikaji terlebih dahulu lingkungan internal dan eksternal organisasi, baik kondisi social,ekonomi, politik, pasar, persaingan, dan sebagainya.
Harmony berarti kemampuan memelihara keharmonisan di antara sesame karyawan. Adalah tugas seorang Leadpreneur untuk mewujutkan persatuan ditengah-tengah berbagai keragaman yang ada dan menghidupkannya menjadi tradisi yang diterima oleh setiap karyawan dalam perusahaan.
Seorang Leadpreneur juga harus pandai mengelola konflik yang timbul dalam organisasi secara konstruktif. Konflik yang konstruktif dapat meningkatkan pencapaian, berfungsi sebagai tanda peringatan, mendorong pengembangan system, melahirkan pandangan manajemen baru, serta mencegah timbulnya konflik-konflik yang lebih besar.
Dalam pengelolahan konflik kita dapat memilahnya menjadi lima (5) strategi utama yaitu, sebagai berikut :
1. Persaingan
Pendekatan persaingan ini akan lebih mengarah kepada zero sum conflict, yang menjerumuskan kita kepada situasi menang kalah. Situasi ini sungguh sangat tidak kondusif dalam menyelesaikan konflik.
2. Penghindaran (avoidance)
Penghindaran (avoidance), yang berusaha untuk menjahui konflik beserta sumber konfliknya dan para pelaku yang terlibat konflik.
3. Kolaborasi
Strategi yang paling ideal adalah berkolaborasi, yang dapat diumpamakan sebagai satu tambah satu menjadi tiga atau bahkan empat. Semua sumber daya masing-masing pihak dikelola bersamaan agar menghasilkan sebuah sinergi yang akan menghasilkan keluaran yang berlipat dibandingkan dengan mengelola sumber daya yang dimiliki secara sendiri-sendiri.
4. Kompromi
Strategi kompromi merupakan strategi yang paling efektif dari sisi penyelesaian tugas (task oriented) maupun dalam menjaga hubungan interpersonal (relation oriented). Strategi ini dapat dianologikan sebagai setengah ditambah setengah sama denga satu. Masing-masing pihak mengorbankan sebagian diri yang diinginkan demi kebaikan bersama.
5. Akomodatif
Strategi yang merelakan keinginan kita sebagai upaya untuk mengakhiri konflik. Strategi ini memeng efektif untuk menjaga terbinanya hubungan antara pelaku yang terlibat konflik, tetapi tidak sangat efektif jika ditinjau dari penyelesaian tugas (task oriented). Salah satu pihak harus berkorban demi kebaikan bersama.
Nuansa Kepemimpinan Sang Perintis
Tugas lain bagi seorang wirausaha adalah membangun kemempuan organisasi untuk memfokuskan diri pada berbagai macam hal yang rinci secara simultan. Memfokuskan diri pada satu aspek dari bisnis namun mengabaikan aspek lainnya akan menimbulkan masalah. Kepemimpinan perusahaan diguratkan oleh sang perintis, dan sering sulit dilepaskan dari sosoknya, karisma yang melekat kepadany. Perusahaan tidak bias terlepas dari situasi psikologis, visi dan ambisi sang pendiri. Perusahaan yang terbentuk merupakan manifestasi dari factor-faktor personal sang pendiri.
Fleksibelitas kewirausahaan adalah karakteristik dari fase terbentuknya suatu organisasi. Responsibilitas dan adaptabilitas terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi oleh organisasi sangat penting bagi organisasi yang berada dalam fase ini. Kepribadian yang kuat yang dimiliki oleh sang wirausahawan sehingga mendominasi budaya perusahaan, dapat menimbulkan atribusi karismatik oleh para pengikutnya. Mereka memendang sang wirausahaan sebagai orang yang “selalu benar”. Berkaitan dengan masalah karisma, Max Weber mencirikannya ke dalam lima komponen :
1. Seseorang dengan bakat dan kemampuan yang luar biasa
2. Sebuah krisis
3. Solusi radikal terhadap krisis
4. Pengikut yang tertarik terhadap keistimewaan seseorang karena yakin bahwa mereka terkait dan berhubung dengan diri orang tersebut melebihi sekat-sekat yang ada
5. Validasi dari bakat dan trensendensi dalam sebuah pengalaman keberhasilan yang berulang
Dari kelima criteria di atas mereka dapat memahami mengapa seorang wirausahawan sebagai perintis dikatakan sebagai seorang yang karismatik. Mereka dapat melihat bagaimana seorang wirausahawan pertama kali memulai bisnis dengan visi masa depannya, krisis yang terus-menerus berulang sehari-hari yang memang biasa terjadi pada perusahaan yang baru saja didirikan, ketergantungan yang tinggi terhadap sang wirausahawan dengan mengambil keputusan serta mencari solusi guna mengatasi krisis dan berbagai rintangan, keberhasilan dalam mengatasi rintangan yang menghadang, serta peluang bagi para pengikut untuk menjadi bagian penting dalam merealisasikan visi yang dimiliki sang pendiri.
Quantum Leadership untuk Leadpreneur
Makna quantum dalam konteks kepemimpinan lebih menekankan kepada “sedikit tetapi memberikan dampak yang sangat besar”. Artinya seorang pemimpin dengan pendekatan quantum leadership akan memberikan dampak dan energi yang sangat besar kepada organisasi dan seluruh anggotanya. Konsep quantum leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”, “mengubah”, serta “menggerakkan” anak buah kearah tujuan yang direncanakan.
Seorang Leadpreneur harus dapat ‘melihat’ masa depan dan ‘bermimpi’ tentang apa yang harus dicapai di masa depan. Ia mempunyai angan-angan tentang bagaimana dan kemana organisasinya dan para pengikutnya akan ‘dibawa’ di masa mendatang. Seorang pemimpin mesti merealisasikan angan-angan dan mimpi-mimpinya agar menjadi kenyataan di masa depan. Artinya dia harus ‘mengubah’ situasi sekarang menjadi situasi yang diangankan pada masa depan.
Langkah berikutnya adalah menjadi pedang harapan (merchant of hope) kepada para pengikutnya. Seorang Leadpeneur akan mengkomunikasikan angan-angan dan mimpinya, yang dapat membangkitkan harapan, menyulut semangat, dan beranjak dari situasi masa kini. Inti dari konsep Quantum Leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”, “mengubah, serta “menggerakkan” anak buah kearah tujuan yang direncanakan..
Pemimpin “melihat dan bermimpi” apabila ia berada di depan para pengikutnya. Untuk melihat dan bermimpi, dapat dilakukan dengan “pendekatan seorang arsitek”. Pemimpin “mengubah” pada saat ia berada di tengah-tengah para pengikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan “pendekatan Ibu Teresa”. Sedang pemimpin “menggerakkan” pengikutnya pada saat dia berada dibelakang pengikutnya, memotivasi mereka. Untuk itu dilakukan dengan “pendekatan The Golf Game”.
The Jakarta Consulting Group (JCG) telah membangun sebuah model yang menyajikan komponen pendukung terlaksananya quantum leadership antara lain sebagai berikut :
1. Visi
Visi berarti cita-cita ke depan, lamunan tentang masa depan organisasi. Visi ini kemudian diderivikasi menjadi misi dan diderivikasi lebih lanjut sehingga menjadi strategi. Sebuah pepatah mengatakan “kita tidak akan pernah membangun sebuah kastil di manapun apabila kita tidak mampu membangunnya dalam pikiran kita”
2. Srategi
Strategi merupakan panduan bagi setiap anggota organisasi dalam melakukan segala kegiatannya
3. Komitmen
Komitmen ini lebih berpegang tegus terhadap apa yang telah ditetapkan bersama. Yaitu visi, misi, tujuan jangka panjang, sampai kepada ketahapan strategi.
4. Aksi
Aksi disini adalah derivasi lanjutan dari strategi. Jadi lebih mengarah kepada taktik dari organisasi yang bersangkutan.
5. Sensitivitas
Yang dimaksud dengan sensitivitas di sini adalah sensitivitas terhadap perubahan yang terjadi didasari atau tidak, baik dari dalam ataupun dari luar organisasi
Kelima hal ini membantu terlaksananya tiga (3) filosofi dasar quantum leadership. Ketiga filosofi dasar dalam quantum leadership adalah sebagai berikut:
1. filosofi yang berkaitan dengan tugas seorang pemimpin untuk ‘melihat, bermimpi dan melaksanakan’, yaitu architect approach. Seorang pemimpin diumpamakan sebagai seorang arsitek pembangun masa depan organisasi. Dia diharapkan mampu membuat bangunan imajinernya tentang bangunan masa depan organisasi,tetapi tepap juga harus berpijak kepada realitas, yang dapat kita sebut sebagai pendekatan Creative Imagination Based on Reality (CIBOR).
2. filosofi yang berkaitan dengan peran seorang Quantum Leader untuk “mengubah”, yang diberi nama Mother Teresa Approach yaitu Nurture with Respect, Love, and Care. Sebagai salah sati pemenang Nobel, Ibu Teresa memegang perinsip untuk “membimbing dengan rasa hormat, cinta, dan perhatian”. Artinya, untuk “mengubah” anggota organisasi diperlukan pendekatan personal yang prima dari seorang pemimpin. Pimpinan yang akan membimbing anak buahnya dengan rasa hormat, cinta, dan penuh perhatian.
3. filosofi QuantumLeadership berkaitan dengan ‘menggerakkan’ yaitu menerapkan konsep The Golf Game yang terdiri dari direction (mengarahkan), distance (mengukur jarak), dan precision (ketepatan). Maksudnya untuk menggerakkan anak buah mesti memiliki tata pikir seperti dalam pemain golf. Sebelum memukul bola golf, pertama kali ia harus menentukan arahnya. Jika arahnya salah semua usaha yang dilakukan akan sia-sia. Kemudian, barulah memperkirakan jaraknya. Dan setelah itu ia berpikir mengenai ketepatannya. Demikian pula dengan kepemimpinan. Seorang Quantum Leadership pertama kali ia harus berpikir mengenai arah tempuh untuk mencapai visi, kemudian memperkirakan berapa “jauh” impian itu harus dicapai dan barulah melakukan tindakan-tindakan yang tepat. Dalam permainan golf, seseorang yang paling ahli sekalipun tidak akan mampu menyelesaikan suatu pertandingan berkali-kali hanya dengan satu kali pukulan (hole in one). Hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Demikian pula dalam kepemimpinan. Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, perlu dibuat tahapan-tahapan yang diperlukan (milestones).
Aplikasi untuk ketiga di atas dapat dijabarkan lebih lanjut dalam keterangan berikut ini :
1. Visionary Supervision
Terdapat lima (5) komponen penting yang harus diperhatikan dalam visionary supervieion, yaitu :
1. dream achievement (pencapaian mimpi)
2. strategic comprehension (pengertian yang bersifat strategis)
3. prosess and result orientation (berorientasi pada proses dan hasil yang) akan dicapai)
4. systematic analysis (melakukan analisis yang sistematis)
5. constructive anticipation (antisipasi yang konstruktif)
2. Positive Nurturing
Adalah membimbing secara positif dengan berlandaskan pada pendekatan Ibu Teresa, yaitu respect-love-care. Dalam prosesnya, anggota atau pengikut dibimbing secara personal atau pribadi dan berorientesi kepada pencapaian kinerja tertentu untuk mencapai sasaran berupa sikap yang propesional ini antara lain: motivasi tinggi, berorientasi pada proses dan hasil, mampu memisahkan kehidupan personal dengan kehidupan kerja, dan menunjukkan hasil kerja yang optimal untuk menunjang proses ini, perlu system pendukung berupa persuasi positif dan empati sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan.
3. Inner Drive
Menggerakkan dorongan dari dalam dengan berlandaskan pada perinsip memotivasi organisasi diri sendiri (motivation self organization) didukung oleh sikap percaya atau trust (terdiri atas sikap kemampuan penilaian) sebagai system pendukung, diharapkan mampu mencapai sasaran berupa managerial and technical accomplishment atau pencapaian menajerial dan teknis. Penilaian adalah pengukuran sampai dimana diri kita mampu mewujudkan mimpi atau cita-cita tersebut. Yang pada akhirnya akan terjadi kesinambungan dari chain reaction yang terjadi. Inti poin ini adalah pemimpin berusaha menyemangati anggota organisasi.
Dalam penerapan Quantum leadership dibutuhkan gaya kepemimpinan tertentu. Kepemimpinan harus tegas, tetapi dibungkus oleh kelembutan yang diibaratkan sebagai Iron grip in velvet glove, tangan besi di dalam sarung tangan beludru. Kepalanya adalah kepala besi, tetapi bungkusnya beludru yang lembut. Ini adalah suatu bentuk kepemimpinan yang saya anggap canggih, suatu bentuk kepemimpinan tingkat tinggi.
Iron and velvet leadership berarti pemimpin dituntut untuk tampil tegas, keras, tidak mudah dibengkokkan. Namun, sebenarnya seorang pemimpin diharapkan untuk tampil lembut, selembut beludru yang sangat terasa halus saat diusapkan kewajah kita. Sehingga orang yang dipimpinnya mau mendekat, merasa nyaman, namun sadar bahwa pemimpinnya tegas. Ia mempunyai kemauan, bijak, tidak bias ditawar, walaupun penampilan luarnya sangat lembut.
0 komentar:
Posting Komentar